Sedikit ceritaku dengan kakekku saat ia mengajakku bertandang di kebun kopi. sedikit berbumubu mitos lokal sih untuk menambah keseruan. pernah dipublikasikan di blok lama saya yang saya lupa passwordnya.
..................................................................................................................................
Semua semua pria di dunia , aku begitu senang
mendengar kata petualangan. Liburan lebaran tahun ini begitu istimewa dan
berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Desa kakekku sangat jauh dari kotaku yang
lebih maju dari desa ini. Tapi bukan berarti desa ini tidak lebih menyenangkan
dari kota yang kutempati.Tiga hari lebaran belum dingin dan orang-orang yang
mudik belum juga pulang. Kakekku sudah tidak sabar hendak pergi ke Talang di
atas punggung gunung sana. Orang di kampung ini punya banyak kebon kopi dan
lada di atas dan di sekitar gunung sana. Kakekku punya banyak dan salah satunya
di atas punggung gunung itu. Sangat jauh dan butuh tenaga ekstra untuk
mendakinya.
Dengan menumpangi mobil kanvas atau mobil Off-Road
yang sudah tua dan tampak menyedihkan. Pagi-pagi sekali kami berangkat kesana.
Mobil ini sangat tangguh untuk jalur-jalur pedalaman yang ekstrem dan
mematikan. Sayangnya usianya sudah tua dan karatan. Asapnya hitam dan mengepul
menyebar polusi dan pesan mobil ini sudah rusak. Warna catnya yang pudar dan
serta kotoran yang ada dimana-mana disisi mobil Herkules ini. Membuatku sedikit
ngeri kalau-kalau mobil ini meledak atau terbalik saat mendaki dan menempuh
perjalanan yang berbahaya ini.
Mulanya perjalanan ini masih berjalan lancar dengan
melalui jalan aspal yang licin.
Tapi setelah kami keluar dari jalan kecamatan
sedikit-sedikit jalan berubah. Awalnya menjadi aspal berbatu, tanah berbatu dan
akhirnya jalan tanah yang sempit dan penuh lumpur. Ditambah lagi perjalanan
yang mendaki. Hebatnya mobil ini tetap tangguh dan tegar.
Sesungguhnya jalan ini adalah jalan impian dan
dicari-cari para Off-Roader sejati. Tanjakan dan turunan yang terjal,
berkelok-kelok, lubang-lubang besar berlumpur serta semak belukar di kanan kiri
yang tingginya melebihi tnggi badan orng dewasa. Serta hutan belukar dan
kebon-kebon yang terbengkalai di kanan kiri jalan. Namun indah dengan
pemandangannya. Aku melambung tinggi dalam petualangan ini yang sesungguhnya
biasa-biasa saja bagi orang-orang disisiku ini
”Wak, wak, wak Zaini hendak kemana kalian berdua? Air
ringgkeh apa Talang ading?” Tanya sopir yang mobilnya kami timpangi ini.
Mungkin ia suah saling kenal dengan kakekku. Sehingga kami bleh ikut mereka.
” Ke Air ringgkih Zul.”
”Oh..... Sayang nian wak kami hendak ke Talang Ading.
Maaf nian wak kamu turun di simpang Air hitam bae wak.”
“Au…. Tidak apa, kami turun disane bae lagi pula sudah
dekat.”
”Siapa bujang ini wak?Cucu kamu wak?” Wanita paruh
baya yang duduk disebelah sopir itu bertanya. Mungkin dia istrinya sopir ini
dan dua pria di sebelah kami adalah anak-anak bujangnya.
”Cucuku, dari kota Lahat. Dia ingin lihat kebon di
bukit . Aku ajak saja dia daripada nganggur di kutiggal di desa.” Tersenyum
padaku. Siapa yang mau bukankah kakekku yang mengajak. Tapi tidak apa aku suka
perjalanan ini.
”Oh jeme Lahat, iluk nian sekali-sekali ikut Kakek ke
kebon.” Aku tersenyum dan menunduk.
***
Aku hampir pingsan karena perjalanan kedua setelah
turun dari mobil tadi. Dri simpang Air hitam kami akan berjalan menelusuri
jalan ekstrem ini. Kemudian melalui jalan tikus untuk menuju balik bukit yang
terlihat dekat. Sudah tiga kali kakekku berkata,”Sedikit lagi sampai itu di
balik bukit sana, dekat.”Bukit ini adalah bagian dari Pegunungan Bukit barisan
dan berada di samping Gunung Dingin.
Tiga jam
lebih kami berjalan dan mendaki naik turun bukit. Aku terlihat sekarat karena
mendaki terus. Padahal bawaanku hanya tas ransel
kecil yang cukup ringan dibandingkan bawaan kakekku.
Bawaanya pasti lebih berat dari berat badanku dan ia masih semangat dan kuat.
Tapi semua itu terhapuskan sudah setelah kakekku berkata, ”Nah sampai kita, ini
bukit terakhir itu dia kampungnya.”
Bukit terakhir , entah bagaiman menggambarkan
perasaanku yang telah mencapainya. Dari puncak bukit ini terlihat rumah-rumah
perkampungan kakekku yang kecil di bawah sana. Terlihat jelas pula hutan
belantara yang lebat. namun diselingi petak-petak ladang yang baru dibuka oleh
petani ladang berpindah. Dusun Air ringgke ada di atas bukit ini yang datar di
puncuknya.Ada sembilan rumah yang terlihat . Sedikit sekali untuk dikatakan
sebuah dusun.
Aku sedikit kecewa setelah sampai di dusun ini.Sepi
bukan buatan, tak terlihat siapa-siapa disini. Hanya ayam dan itik yang
berkicau pertanda desa ini ada penghuninya. Kata kakekku ini namanya talang
lebih kecil dari dusun dan orang biasanya hanya tinggal sementara disini.
Tentunya mereka masih tinggal Perkampungan induk yang lebih besar.
”Oi wak Zaini alangkah cepat kamu datang kekebon kali
ini.” Tiba-tiba saja ada seseorang yang keluar dari salah satu pondok disini.
Ia sudah tua dan kemungkinan besar dia adalah teman kakekku.
”OI wak.... Basin bukankah awak juga begitu. Aku
khawatir dengan buah Ladaku yang sudah matang dan tinggal dipanen. Sekalian aku
ajak cucuku ini tuk lihat kebon di bukit. Biasa dia orang kota , tak biasa dia
lihat bukit.”
”Au..... aku juga begitu wak Zaini. Ngeri juga aku
dengan maling kebon sekarang. Awas kalau ketemu kuhajar dia.”
Maling kebon, ah baru kutahu kenapa kakekku cepat
cepat ke kebon ini. itulah ternyata alasannya. Setelah saling memberi
berbincang sebentar tadi kami menuju pondok kakekku. Letaknya di depan pondok
wak basin yang hanya dipisahkan sebidang tanah yang tak ditumbuhi rumput.
karena digunakan sebagai tempat menjemur kopi. Pondok kakekku berupa rumah
panggung kecil yang sebagian besar bahannya dari bambu. Mulai dari tiangnya,
lantainya dan dindinggnya. hanya beberapa bagian dari bahan kayu dan atapnya
dari seng.Dindiingnya berasal dari bambu yang dibelah dua kemudian dipipih.
bukan seperti bilik bambu yang ada pada rumah orang Jawa dan sunda.
Ruangannya saja hanya ada tiga bagian, ruang tamu yang
sekaligus tempat tidur, gudang yang lebih besar dari ruang tamu dan dapur yang
sangat kecil. jendelapun tidak ada hanya ada pintu depan dan belakang sebagai
tempat sirkulasi udara. Sungguh sederhana dan ini bukanlah kemiskinan teman.
karena ini hanya rumah kedua sebagai tempat persinggahan.
”Ayo Giri , kite cakagh makanan tuk makan malam ni!”
Setelah menaruh barang di pondok dan masak nasi dan
air. Kakekku mengajakku keliling ke sekitar talang ini dan menuju ladang sayur.
Ternyata setelah dilihat-lihat Talang ini ada juga geliat kehidupannya.
Rumahnyapun ternyata ada enambelas rumah dan ada juga satu warung kelontong
yang masih tutup. Rumah yang baru berisi pun baru lima rumah yang kuketahui.
Talang ini dibelah oleh sebuah sungai kecil yang airnya bening, jernih dan
sangat dingin. Pohon-pohon durian, petai, kemang, menjulang tinggi
disekitarnya. Serta hutan belantara yang mengelilinginya dan mungkin saja masih
perawan dan penuh akan hewan buas.
Di sungai kecil ini, kakekku memasang Bubu dan pukat
jaring. Katanya, cari ikan untuk lauk besok pagi, semoga saja dapat banyak.
Kemudian setelah itu kami ke kebon sayur milik seorang wanita yang sayurnya
diminta cuma-cuma saja oleh kakekku. Setelah itu kami pergi ke kebon kopi yang
sekaligus kebon lada milik kakekku, tidak terlalu jauh.
Rasanya wajar saja kakeku cepat-cepat mengunjungi
kebon ini. Sudah dua minggu lebih ditinggalkannya. Buah ladanya suah matang dan
tinggal dipanen saja. Sangat bahaya jika ditinggalkan lama-lama. karena hanya
dari buah Lada inilah kakekku dapat membeli barang-barang mewah yang
dinginkannya. Seperti Tv, Digital, Mesin air, lampu Petromax,Radio tave dan
yang sekarang paling terfavorit di desa ”Sepeda motor.”
”Hoi Zaini, siapa bocah yang bersamamu ini?”, tak tahu
dari mana datangnya tiba-tiba saja ada orang dibelakang kami.Penampilannya juga
sangat menyeramkan. Orang ini sudah sangat tua, berkulit hitam kecoklatan,
sedikit bungkuk tapi berisi,Rambutnya putih masai,dan mata kananya picing. tapi
tatapan matanya yang tinggal sebelah sangat tajam dandapat menundukkan siapa
saja. Dan ia terus menatapku sangat mengerikan, akupun tertunduk.
”Ai wak Hitam , terkejut aku. Apa kabar wak...”
”Siapa bocah ini?” Sergahnya kepada kakekku.
”Cucuku,cucuku. dia ikut aku tuk lihat kebon di bukit
nih.”
”Hhmm..... Cucu kau ya. Ajari dia sopan santun, jangan
lagi tangannya jahil. Baru pertama kesini sudah berani dia kencing
sembarangan.” langsung saja ia meninggalkan kami setelah mengatakan itu.
Aku mengerti, pantas mengapa ia tajam melototiku. Tadi
ketika melewati pohon Kemiling besar aku tanpa sengaja kencing sembarang.
Menurut kebiasaan itu tidaklah boleh karena dapat menyinggung dedemit di
sekitar sana. Tapi kapan ia malihatku, dari tadi rasanya tak ada yang mengikuti
kami dan orang yang kami lewati. Aneh.
***
Setelah kakekku menjelaskan, baru kutahu siapa orang
tua yang melottiku tadi. Ia sedikit marah padaku karena perbuatanku. Katanya
pria tua itu adalah seorang dukun sakti, tabib besar kecamatan ini, kepala
talang enambelas rumah ini, dan orang tertua yang pernah kutemui. Serta
penghuni tetap talang ini, entah tak tahu kenapa. Ternyata ada juga orang yang
kerasan tinggal di talang kecil, tertinggal nun jauh di atas bukit ini.
Malamnya setelah kami makan malam dengan lauk seadanya
kami pergi ke pondok wak basin yang menyapa kami siang tadi. Kami berjalan
beriringan dengan penerangan sebuah senter. Malam benar-benar gelap gulita di
tengah hutan ini. Tidak ada bulan ataupun bintang gemintang. Karena awan hujan
telah menutupi langit sejak sore tadi. Ini merupakan pertama kalinya aku
merasakan malam segelap dan sepekat ini. Hitam, yang ada hanya hitam yang abegitu
gelap. bahkan senter saja tak sanggup menyinari tubuhnya sendiri. Inilah
kegelapan dan semua cahaya diserap olehnya.
Di pondok itu cukup ramai dan cukup terang dengan
adanya lampu Petromax disana.Di pondok itu ada kami, wak Basin dengan tiga
anggota kelurganya juga salah satu tetangga yang telah datang di kebon ini.
Hanya Wak Hitam yang tidak hadir. Mereka saling berceeritera mengenai Lebaran
dan puasa yang baru meninggalaknan umat muslim. Juga beberapa kabar lainnya dan
harga Kopi dan Lada yang naik sedikit.
”Oi wak basin, aku baru dengar di pasar tadi. Harga
kopi naik tiga ribu dan harga Lada naik dua ribu. Semoga saja naik terus Wak
basin, Biar berubah juga hidup kita ini.”
” Aii.. Benarkah itu Wak Zaini kalau begitu Bisa pergi
haji aku tahun ini.”
” Amin, Asal tidak ada kendala lainnya bisa kita
wujudkan. Nah ayo di minum Kopinya nanti dingin pula.”
Nikmat juga malam ini walau penuh dengan kesederhanaan
bersama para petani ini. Jamuan yang disuguhkanpun sanagt sederhana, Kopi pahit
dan pisang goreng. Aku tidak meminum kopinya setelah hirupan pertama yang
langsung kusemburkan. Para petani tertawa girang melihat tinggkahku.
Mengasikkan juga rasanya berkumpul dengan mereka.
Ketika jam sepuluh malam lewat sedikit aku pamit
meninggalkan pondok karena telah mengantuk. Kakekku tinggal disana dan aku
pulang sendiri dengan hanya dipinjami ebuah lampu teplok. Tidak ada yang
memerhatikanku saat aku pergi. Cahaya penuntunku hanya lampu teplok ini dan
angin malmam tak mau bersahabat. Aku ketakutan di tengah kegelapan ini dan
terus mempercepat langgkahku.
Ketakutanku semakin menjadi saat kusadari ada sepasang
mata yang mengintaiku di semak belukar sana. Kuning besar tajam dan terus
nmengintaiku. Aku mempercepat langkah dan mencoba tak melihatnya.kemudian
disaat kilat menyambar terpencarlah cahaya yang menampakkan sosok pemilik mata
tersebut. Wak hitam, tak salah aku melihatnya walau sepintas. Itu wak Hitam.
Secepatnya aku berlarimenuju pondok kakeku. Sayangnya
saat langkah terakhir sampai ke pondok lampu Teplokku mati ditiup angin.
Rasanya tubuhku ditahan oleh sesuatu untuk bergerak. Bahkan untuk minta tolong
saja aku tak sanggup berteriak. Untungglah kakekku tahu dan mengarahkan lampu
Petromax ke arahku. aku merasa begitu lega karenanya.
Setelah masuk ke pondok aku senang karena ada satu
lagi lampu teplok milik kami yang menyala. Aku langsung tidur dengan menutupi
kepalaku karena masih takut. Sayangnya kelegaan itu tak bertahan lama. Lampu
teplok di pondok ini juga mati. Aku ketakutan setengah mati sendirian di pondok
ini. Hingga sepanjang malam ini, sampai terlelap aku tak hentinya membaca ayat
kursi. Entah apa yang aku takuti, Kegelapan ini Ataukah Wak Hitam?
***
Aku sedikit bingung dengan apa yang kualami tadi
malam. Aku melihat sepasang mata tajam dan ketika kilat menyinarinya Wak Hitam
yang picing malah yang terlihat. Mata itu tajam berwarna kuning mengkilap daan
sedikit mirip mata kucing. kebingunganku belumlah usai saat aku terbangun dari
tidurku yang risau. Karena saat bangun Wak hitam sedang berbincang dengan
kakekku di beranda pondok .
Dia menatapku tajam walau hanya sekilas saat aku
keluar pondok. Mau apa dia pagi-pagi sekali kesini? Setelah beliau pergi kakekku
mengatakan bahwa kami akan pulang besok. Karena wak hitam berpesan pada kakekku
bahwa ada harimau lapar yang sedang berkeliaran di sekitar talang ini. Kenapa
tiak hari ini saja pulangnya? Aku sudah sedikit takut disini dan bodohnya aku
tidak menceritakan apa yang kulihat tadi malam .
Pagi ini kami sarapan enak dengan lauk ikan hasil dari jebakan yang
dipasang kemarin. Setelah itu kami pergi ke kebon. Disana aku membantu kakekku
memanen sedikit Lada. Memanen sungguh asyik, tinggal dipetik kemudian kau dapat
duit. Pantas sekarang banyak pencuri kebon karena tidak usah susah-susah
merawatnya. Kami hanya mengumpulkan sedikit lada karena panen sebenarnya bukan
hari ini.
Lewat tengah hari kami kembali kepondok. Setelah makan siangdan shalat zuhur kakeku mengajakku memancing. Beliau sempat memeriksa jaring pukatnya yang dipasang plagi pagi tadi. ikan disini banyak Buktinya baru setengah hari jaring dipasang ikan sudah ada yang bernasib sial. Kakekku banyak mendapat ikan dan aku hanya mendapat tiga ikan yang kecil-kecil.
Lewat tengah hari kami kembali kepondok. Setelah makan siangdan shalat zuhur kakeku mengajakku memancing. Beliau sempat memeriksa jaring pukatnya yang dipasang plagi pagi tadi. ikan disini banyak Buktinya baru setengah hari jaring dipasang ikan sudah ada yang bernasib sial. Kakekku banyak mendapat ikan dan aku hanya mendapat tiga ikan yang kecil-kecil.
Malam ini kami dan wak basin membuat acara bakar ikan
di pondok kakekku. Rupanya Wak basin tak menolak saat kami ajak kmembakar ikan.
Walau malam sangat sepi dan dingin . Selalu ada cara meramaikan malam jika ada
teman disisi kita. Bara api yang hangat sanagt membantu dalam mengatasi malm
yang dingin di atas pegnungan ini.
”Aiii.... Wak zaini mantap nian rejeki kamu hari ini.
Dapat ikan sebanyak ini . ai tak akan habis sekali duduk.”
”Ha ha ha...... Karena itulah aku mengajakmu wak
basin. Tak kan habis ikan ini seklai duduk , memangnya kami Harimau yang banyak
makannya. Ha ha ha......”
”Sssstt.... Aiii... Wak Zaini kenape
kau ucap kate Harimau. Pantangan Tak
mau aku mati malam ini”
Wak basin sedikit takut dan aku mengerti. Barang siape
pergi ke hutan, jangan kau sebut si raja hutan. kata orang tua dulu jika kita
menyebut nama Harimau di sarangnya, itu sama saj mengundangnya untuk datang.
Hujan pun turun dan wak basin berlari pulang ke pondoknya setelah pamit. Kami
juga cepat-cepat naik ke pondok. Tak mau kami kedinginan diluar. Sampai-sampai
kami lupa mematikan api unggun di bawah pondok.
Hujan turun begitu derasnya diiringi angin yang terus
meniup dingin masuk ke celah-celah pondok.Aku tak bisa tidur karena suara atap
seng yang begitu ribut. Kakekku sedikit kesa lpadaku saat aku mengatakan aku
mau turun ke sungai karena tak tahun mau buang hajat Padahal hujan turun begitu
derasnya. Tapi mau bagaimana lagi aku sudah tak tahan.
Sayangnya ketika turun pondok. Malang bukan
dibuat-buat, bala’ tak dapat ditampik. Baru kali ini aku terkejut bukan
kepalang. Kakeku juga begitu, ia sampai mengucap “Laila hailaulah”. Harimau,
ada Harimau yang tandang di bawah pondok kami. Warnanya kuning api
berbelang-belang. Badannya besar mengarkan dan siapapun yang melihatnya akan
merasa takjub dibuatnya.
Aku begitu beruntung bisa melihatnya langsung di hutan
rimba ini. Mungkin karenahujan yang begitu deras ini harimau itu singga
kberteduh kepondok ini. Ditambah lagi adanya api unggun yang masih hidup di
bawah pondok kami. Tapi ini bukanlah keberuntungan yang bagus karena bias-bisa
kami yang dijadikannya santap malam. Mahluk inidatang mungkin karena
mendengarundangan kakekku tadi. beliau sedikit menyesal dan cepat-cepat
menarikku naik ke pondok lagi.
Aku tak jadi buang hajat. Lagi pula rasa itu telah
tergantikan oleh ketakutan kami oleh harimau yang sedang tandang dibawah pondok
ini. Aku tak bias tidur dn kakekku terus mengaji surah Yassin yang dihapalnya.
Siapapun pasti takut jika dikunjungi Si raja hutan ini.
Rasanya ingin secepatnya kami ulang. Kuberi tahu
teman, melihat harimau Secara langsung di kampungnya bukanlah sepetimelihat
Harimau di kebun binatang atu sirkus. Ini pertaungan antara dimakan atau
selamat.
***
Paginya kami bergegas pulang secepatnya ke
perkampungan di bawah sana. Wak basin Juga ingin pulang etelah mendengar cerita
kami. Tapi dia punya enjata api yang memberanikannya tinggal semalam lagi
disini. Sedangkan Wak Hitam tak tampak saat kami ingin pamit pulang. Kami
berjalan cepar menuruni bukit menuju Simpang Air hitam menunggu mobil yang akan
menuju ke perkampungan. Untunglah ada mobil yang lewat dari talang adding jadi
kami tak mesti menunggu terlalu lama. Rasanya perkampungan begitu penuh
kedamaian hingga membuat kami ingin cepat pulang menghindari Sang raja hutan,
Harimau.
widih serem bener ada the king lion...
BalasHapusbahasa, kalimat dan kata yang agan tulis seperti cerita dan tulisan anak SD, dan hanya agan sendiri yang mengerti dan jelas tentang cerita yang akan sampaikan. hahahaha...
BalasHapusaduhh coyy... bahasamu, sakit perut gw ketawa.. tapi bolehlah, sebagai obat pelipurlara (ikutan kosa katamu yg lucu habis)
BalasHapusaduhh coyy... bahasamu, sakit perut gw ketawa.. tapi bolehlah, sebagai obat pelipurlara (ikutan kosa katamu yg lucu habis)
BalasHapusbahasa, kalimat dan kata yang agan tulis seperti cerita dan tulisan anak SD, dan hanya agan sendiri yang mengerti dan jelas tentang cerita yang akan sampaikan. hahahaha...
BalasHapusPunya tulisan dg bahasa yg bagus/yg seperti orang lulusan sarjana? Ap cuman bisa menghujat org lain?
Hapus