Senin, 14 Mei 2012

Cerita Seorang Pendaki Gunung: Trip to Bromo Part 1

Cerita Seorang Pendaki Gunung: Trip to Bromo Part 1: Pare, Desa Wisata pendidikan dan Tempat Banyak English Course.             Saat libur semester genap yang lamanya bisa sampai 2 bulan, k...

Trip to Bromo Part 1

Pare, Desa Wisata pendidikan dan Tempat Banyak English Course.
            Saat libur semester genap yang lamanya bisa sampai 2 bulan, kebanyakan anak rantauan akan memilih untuk langsung pulang ke kampung halaman. Tapi tidak semuanya. Beberapa mahasiswa memutuskan untuk tetap di lingkungan kampus, entah berkegiatan organisasi, mengambil les bahasa asing atau kalau beruntung bisa kerja sambilan. Aku tidak memilih dua diantaranya. Pulang ke kampung halaman atau tetap di jogja menurutku pilihan yang, rasanya sedikit membosankan. Aku ingin berlibur ke tempat lain dan kupikir inilah saatnya. Lagipula kalau harus pulang berlibur ke kampung halaman saja untuk bertemu orang tua dan teman lama aku bisa lakukan di sisa 1 bulan berikutnya.
            Sebenarnya di Jogja juga ada kegiatan yang tidak kalah jauh menariknya. Panitia ospek kampus sedang dibentuk dan akan mempersiapkannya selama 1,5 bulan kedepan sebelum ospek yang 2 minggu sebelum tahun ajaran baru. Menjadi panitia ospek sepertinya mengasyikkan karena bisa banyak belajar hal baru atau melihat muka-muka baru, khusunya yang cantik. Tapi aku pikir terlalu boros waktu yang kuberikan jika harus ikut persiapan kegiatan, yang ternyata kegiatan opspeknya cuma berlangsung selama 4 hari. Lagipula aku belum siap untuk menjadi pelayan masyarakat seperti itu. Jadi aku memutuskan membuat rencana lonely-travelling pertamaku, ke Pare di Kediri Jawa Timur sana.
            Dari beberapa kontak teman lama yang kupunya, kutahu Soegeng sedang di Pare untuk ikut program les bahasa Inggris di Kampung Pare yang banyak tempat les bahasa inggris berasrama. Setiap musim liburan kampung kecil di wilayah kabupaten kediri ini ramai dikunjungi banyak mahasiswa untuk belajar bahasa inggris. Adanya sistem asrama dan banyaknya tempat les membuat suasana disana menjadi tempat yang lumayan kondusif untuk belajar. Apalagi biaya yang ditawarkan termasuk murah untuk iuran les, pondokan asrama dan harga makanan harian. Buat detilnya aku tidak bisa membahasnya disini. Inti ceritanya aku pun pergi ke Pare menyusul teman lamaku itu dengan berbekal info dari internet dan tanya temanku itu, yang sudah setahun tidak bertemu.
            Dengan kereta api jurusan Yogyakarta-Banyuwangi aku turun di Stasuin kota Jombang, tiket Rp35.000. Kemudian diteruskan menuju desa Pare langsung dengan naik angkutan Elf, Rp10.000. Pemandangan yang ditawarkan selama perjalanan kereta lumayan indah. Apalagi ini pertama kalinya aku menyambangi daerah Jawa Timur. Sawah luas yang hijau, menguning atau berlumpur. Kebun dan hutan yang saling mneyamai. Pegunungan dan sungai yang kadang terlihat di sepanjang perjalanan. Tidak lupa pula ditambah dengan mosaik pemukiman sepanjang perjalanan yang sulit mau dikomentari indah buruknya. Sebenarnya pemandangan yang terlihat agak mirip-miriplah dengan di Yogyakarta. Tapi bagi para pelancong yang ke suatu wilayah baru manapun, hal seperti ini selalu menjadi menarik.
            Sesampainya di desa Pare aku masih bingung dengan arah yang ada. Di jogja aku sudah ikut kebiasaan menentukan arah dengan mengikuti arah angin, Utara untuk Merapi dan selatan untuk Parang Tritis. Klau di Sumatera dulu, Hulu untuk ke desa A dan Hilir untuk ke Kota X. Dis Jawa Timur, aku belum tahu kebiasaan orang sini. Suku memang Jawa juga seperti di Jogja. Tapi suatu budaya bisa begitu kompleks jika wilayah dan penduduknya begitu beragam. 
Posisiku sekarang ada di pinggiran desa ini, itulah yang kupikir. Aku mengingat-ingat peta google-earth yang kupelajari di internet. Tempat temanku pondokan katanya berada di English Course Elfast, dekat kantor desa dekat masjid. Tapi desa kecil yang kubayangkan tadi diluar ekspektasiku. Ada lima dusun di desa ini. diikuti jumlah masjid dan mushola yangyang jumlahnya ikut berlipat. Aku teringat lagu Gigi; Suasana di Kota Santri, sesuai sekali dengan citra Jawa Timur sebagai provinsi Santri dan NU. Walau banyak juga penyanyi dangdut vulgar yang berasal dari provinsi ini, ironi.  Sepertinya mencoba kemapuan navigasi darat dan kemampuan melacakku saat ini bukanlah waktu yang tepat. Karena merasa lelah aku memutuskan untuk menelpon temaku menjemputku di masjid yang ada di dekatku.
Soegeng, mahasiswa Teknik Industri Univeersitas Indonesia seangkatan denganku dan juga satu SMA. Walau kami tidak pernah sekelas semasa SMA hubungan kami berdua sebagai teman saling menguntungkan dan tidak saling memanfaatkan. Jika ia ke jogja, ia akan mampir ke tempatku. Jika aku ke jakarta, aku akan mampir ke kosan dia. Jika di kampung halaman kami malah tidak bertemu. Tapi di Pare ini ia akan menjadi teman satu pondokan tempat les.
Sebelum ke Pare aku telah merencanakan beberapa tempat les lokal yang akan aku sambangi untuk belajar. Hari sudah sore dan badan sudah lelah. Dengan penuh pengertian Soegeng merelakan tempat tidurnya untuk aku “teparin”. Besok hari masih panjang untuk mengisi waktu dan mewujudkan rencanaku.